Ellena Wulandari

Bergerak Menginspirasi

  • Home
  • About Me
  • YouTube
  • Instagram
Etalase 23 Kilo Meter

Balada Lelaki Pincang di Perempatan

Monday, 13 July 2015 By Ellena Wulandari 0 Comments
Etalase 23 Kilo Meter
Balada Lelaki Pincang di Perempatan

Entah mengapa malam itu sangat dingin, aku pun terpaksa membeli sarung tangan di daerah kampus. Malam itu selepas berbuka puasa bersama teman-teman, aku pulang melewati jalan Bantul. Di sebuah perempatan paling besar yang aku lewati selama perjalanan pulang, lampu masih hijau. Aku pun mempercepat lajuku tapi ah sudahlah. Sudah kuning. Merah dan aku pun berhenti. Baiklah, waktunya meluruskan tangan dan kaki.


Dari jarak sekitar 15 meter aku melihat sosok lelaki berjalan dari arah Timur. Lelaki itu berjalan dengan sangat lambat, sementara dia tahu bahwa kendaraan dari arah Selatan sebentar lagi akan melaju. Tetapi lelaki itu tak berniat lari. Aku memperhatikan. Ternyata lelaki itu pincang. Masyaa Allah. Aku perhatikan sekali lagi. Lelaki itu membawa tas gendong berwarna hitam. Lelaki itu berjalan dan terus berjalan di tengah riuh suara klakson orang-orang yang tidak memiliki rasa iba. Lelaki itu pada akhirnya sampai di trotoar sebelah Barat Laut dan menunduk. 

Coba kau lihat apa yang lelaki itu bawa? Lelaki itu membawa dua buah kemucing pendek. Ternyata lelaki itu adalah seorang penjual kemucing. Ya Allah, betapa kerasnya perjuangan beliau. Berapa rupiah yang beliau peroleh setiap harinya. Ternyata dingin ini belum ada apa-apanya. Sementara di luar sana orang-orang sedang menikmati kehangatan buka bersama keluarga di rumah, apakah beliau sudah berbuka? Kuperhatikan rekayasa teori flip-flop mata kuliah Elektronika Digital pada lampu merah yang telah menunjukkan angka 15 detik. 15 detik lagi aku akan pergi meninggalkan perempatan itu. Aku ingin menemui lelaki itu tetapi lagi-lagi ribet kalau harus bolak-balik menjadi alasannya. Aku pun melaju setelah lampu hijau menyala.

Di sepanjang jalan aku membayangkan apa yang akan lelaki itu katakan ketika aku menemuinya.

"Nak, 
tahukah kau bagaimana rasanya berjalan di bawah mentari yang menyengat
berjalan di antara dinginnya malam
menawarkan kemucing-kemucing kecil kepada setiap orang
semua itu aku lakukan hanya demi memberi sesuap nasi halal pada anak-anak kami
karena meminta-minta tidak ada dalam kamus kehidupan kami

Nak,
kau masih begitu muda
kau masih kekar
bersyukurlah kau mampu kuliah
belajar di ruangan ber-AC yang katanya derajat suhunya bisa diubah-ubah
mendapatkan pelajaran dari dosen seorang doktor dan profesor
mendapatkan fasilitas perpustakaan yang bisa kau pakai untuk membaca lebih banyak ilmu pengetahuan
mendapatkan fasilitas seminar gratis tentang segala hal
memiliki kemampuan mencari setiap hal baru di internet dengan begitu mudahnya
memiliki kakak-kakak tingkat yang membakar semangat
memiliki teman-teman hebat yang membuat kau semakin terpacu untuk berlomba dalam kebaikan
memiliki beasiswa penuh sehingga kau tak perlu menangis di hadapan orang tua
kau tak perlu bekerja paruh waktu untuk biaya kuliah

Nak,
bersyukurlah dengan menggunakan kemampuanmu pada jalan kebaikan
bersungguh-sungguhlah dalam belajar dan raih ridho Allah pada ilmu yang kau dapatkan
terkadang mungkin kau akan merasa lelah, sangat lelah, dan berat langkah untuk melanjutkan
kau harus tahu, kau harus mampu membuka mata, kau harus memperhatikan
di luar sana banyak yang berusaha jauh lebih keras demi mempertahankan kehidupan
karena Allah menciptakan kita dalam keadaan yang beraneka ragam
belajarlah dan jadilah lentera di antara kegelapan"

Sungguh.
Mengapa tak kuputar balik motorku lalu membeli satu kemucing lelaki itu? Hari-hari berikutnya pada jam dan perempatan yang sama aku mencari lelaki itu namun tak pernah kudapati sosoknya lagi.

Itulah balada lelaki pincang di perempatan...
Etalase 23 Kilo Meter
Share:

Ellena Wulandari
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna.

Related Articles


0 Comment:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments ( Atom )

A woman with ambition is the sexiest woman

Labels

Beasiswa Unggulan (3) Belajar Memasak (2) Book Review (12) Campus (9) Etalase 23 Kilo Meter (6) Indonesiaku (1) KAMASE (8) Muslimah (1) Mutiara Hati (4) Pengabdian (3) Taman Baca (1) Teladan (1) Thailand (5) Tirai-tirai Asa (2)

Visitors

Archive

  • ►  2021 (2)
    • ►  February (2)
  • ►  2020 (1)
    • ►  July (1)
  • ►  2016 (14)
    • ►  December (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (7)
    • ►  January (2)
  • ▼  2015 (32)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  August (1)
    • ▼  July (10)
      • Don’t They Remember Their Family at Home?
      • Lost and Love in Bangkok
      • Day 1 and Day 2: This was Our Dream, Bangkok
      • Insyaa Allah, there will be a Way to Catch Up Our ...
      • Khusyu' dalam Shalat
      • Mengingat Mati (Dzikrul Maut) dan Memendekkan Anga...
      • Balada Lelaki Pincang di Perempatan
      • Why We Must Read the Preface First?
      • Etalase 23 Kilo Meter
      • The Art in being a Minority
    • ►  June (3)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (6)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (13)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  December (1)
Powered by Blogger.

© 2016 Ellena Wulandari
Distributed By Blogger & Created By Responsive Blogger Templates