Ellena Wulandari

Bergerak Menginspirasi

  • Home
  • About Me
  • YouTube
  • Instagram
Pengabdian

Cerita KKN #1: Bicara Soal Cinta Lokasi, Bagaimana Tidak Jatuh Hati?

Wednesday, 21 September 2016 By Ellena Wulandari 0 Comments
KKN selalu identik dengan apa yang orang sebut sebagai Cinlok atau Cinta Lokasi. Cinta lokasi didefinisikan sebagian orang sebagai peristiwa jatuh hatinya “dua insan” karena sering bekerja sama di tempat yang sama dalam waktu yang cukup lama. Apakah saya juga jatuh hati? Ya, tentu. Saya jatuh hati dengan Blora yang awalnya tidak ada menarik-menariknya. Saya jatuh hati dengan masyarakat di dalamnya, mulai dari keluarga pondokan, adik-adik di sekolah, pemuda pemudi, dan tentunya saya juga jatuh hati pada tim KKN JTG-07. 

Yang pertama kali akan saya ceritakan adalah keluarga pondokan. Keluarga pondokan ini terdiri dari sepasang suami istri, satu anak laki-laki SMP, satu anak perempuan SD, dan satu bayi yang baru lahir 10 hari sebelum penarikan. Saya masih mampu merasakan saat dimana kami bersama mereka selalu berusaha untuk melaksanakan sholat berjamaah tepat waktu, makan dan ngobrol bersama. Perhatian yang diberikan oleh bapak pondokan juga sangat menyentuh hati kami, mulai dari perhatian terhadap kehidupan di rumah hingga pada program yang melibatkan perangkat desa. Berikut ini adalah cuplikan pesan yang beliau sampaikan pada saat kami sampai di Jogja. 

Foto Keluarga Bersama Teman-teman Sub Unit Keboan dan Keluarga Pondokan
“..... saya sama ibu kok setiap melihat kalian semua saya kok nangis terus entah kenapa saya sendiri nggak tau entah apa yang telah terjadi kenyataan ya itu munkgin rahasia Allah mungkin waktu KKN sering ngobrol, sholat jamaah makan bersama sering bercanda sama anak saya ratna ya begitulah ada pertemuan pasti ada perpisahan dan saya doakan kalian semua semoga selamat sampai tujuan dan saya berharap semoga anak saya biar seperti kamu jadi anak sholeh dan sholihah AMIN....”

Berkunjung ke Alun-alun Blora
Selain membuat saya jatuh hati, keluarga pondokan ini juga membuat jatuh hati kepada Blora. Bapak pondokan pernah mengajak kami berkunjung ke beberapa tempat wisata di Blora dan itu sangat menyenangkan karena ternyata Blora memang menarik.

Berkunjung ke Waduk

Berkunjung ke Gua

Bersama Adik-adik di Sekolah
Objek yang membuat saya jatuh hati selanjutnya adalah adik-adik di sekolah dan di TPA. Saya masih ingat betul ketika kami datang, mereka selalu menyambut kami dengan mencium tangan kami sambil memanggil “Kakak, ayo masuk kelasku.” dan ketika mendekati penarikan, mereka berkali-kali menanyakan “kakak sudah mau pulang ya” sambil menunjukkan raut kesedihan. 

Bersama Keluarga Kepala Sekolah SD 1 Kebonrejo
Saya juga jatuh hati pada pemuda (dan pemudi) melalui mimpi-mimpi yang akhirnya mereka kemukakan ketika program sharing yang kami adakan. Pemuda yang selintas membuat kami takut, yang ternyata sangat baik. Bagaimana tidak jatuh hati? Pemuda/i yang ternyata memiliki cita-cita besar (hingga ada yang ingin jadi menteri) namun terhalang kurangnya informasi untuk kuliah gratis. Kami yang awalnya sangat takut untuk bergabung karena adanya konflik internal di antara pemuda, pada akhirnya dapat menyatu bahkan mendapatkan banyak bantuan dari mereka di setiap kegiatan yang kami adakan.

Bersama Pemuda Setelah Mengadakan Lomba
Kisah jatuh hati yang terakhir adalah saya jatuh hati kepada JTG 07. Bagaimana tidak jatuh hati? Tim KKN, termasuk DPL dengan tagline Totalitas Pengabdian ini adalah tim yang mengajarkan saya banyak hal. Saya belajar bagaimana bekerja sama dengan teman-teman yang tidak suka dengan planning tetapi langsung melakukan aksi mendadak dan bagaimana tetap menjaga kedekatan ukhuwah di tengah padatnya program masing-masing. Dengan segala latar belakang yang berbeda, tim KKN ini berhasil memberikan nuansa kehangatan di akhir pertemuan. 

Inilah kisah Cinta Lokasi saya di tempat KKN. Bagaimana dengan kamu? :)
Continue reading
Share:
Views:
Pengabdian

Cerita KKN #2: Semanis Senyumanmu Senja Itu

By Ellena Wulandari 0 Comments
Rintik gerimis membasahi bahu jalan di depan pondokan. Ingin rasanya sehari saja tidak datang ke masjid Al Fatah untuk mengajar TPA karena kaki kami pun sudah mulai kaku akibat aktivitas program lain yang dilaksanakan sejak pagi. Namun apa daya, beberapa anak sudah rapih mengenakan baju muslim, berjalan dengan penuh semangat sambil membawa iqra/al quran, dan bersiap menyambut kami di serambi. 

Tanpa pikir panjang, kami pun bergegas menuju Al Fatah dengan menggunakan sepeda motor. Toh, hanya gerimis. Ketika motor kami sampai di depan gerbang, puluhan anak kecil itu langsung memanggil nama kami dengan sangat bersemangat, “Kakak! Kakak! Hore!”. Mereka langsung datang kepada kami, mencium tangan kami, lalu kembali duduk rapih sembari menunggu kami membuka pertemuan. Setelah melihat senyuman yang memecah suasana senja itu, rasa lelah pun langsung menghilang. 
Salah satu santri bernama Nida sedang membaca Iqra'
Beginilah aktivitas yang kami lakukan setiap sore kurang lebih selama 2 bulan ketika KKN. Taman Pendidikan Al Quran (TPA) adalah salah satu program kami yang ditujukan untuk anak-anak Desa Kebonrejo. Selama menjalani program ini, kami hanya membantu para ustadz yang sudah mengajar TPA sejak lama. Membantu mengajari membaca, bercerita tentang kisah-kisah islami, dan mengajarkan beberapa lagu baru untuk mereka. Hal-hal sederhadana itu ternyata berhasil membuat senyuman indah merekah dari setiap wajah-wajah polos itu. 

Kami tak perlu membelikan mereka gadget yang sedang hits atau bercerita tentang tokoh-tokoh kartun. Hey, bukankah cerita lelaki yang dapat membelah laut jauh lebih menarik? Kami hanya perlu hadir, mempersilakan mereka mencium tangan kami, dan mendengarkan cerita mereka yang terkadang “sulit dipahami”. Sebuah hal yang mungkin jarang kami dapati lagi di desa kami yang kata orang “sudah jauh lebih baik”. 

Terima kasih dek, untuk hal-hal sederhana seperti ini. Sungguh bahagia kami bisa melihat senyuman kalian saat itu. Semoga ketika kami kembali, senja di Kebonrejo masih merekam betapa manisnya senyumanmu saat itu. 

Tulisan Ini Dimuat di http://www.kebonrejo.com/2016/09/semanis-senyumanmu-senja-itu.html
Continue reading
Share:
Views:
Taman Baca

Mengenal Literasi Indonesia dan Pengembangannya Melalui Taman Baca

By Ellena Wulandari 0 Comments
Sebuah berita yang memprihatinkan untuk dunia pendidikan Indonesia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University, AS, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal literasi (Kompas, 2016). Literasi adalah kemampuan menambah dan mengembangkan pengetahuan, potensi diri, dan peran di masyarakat melalui keterampilan  memahami, menggunakan, dan melakukan refleksi terhadap bacaan (OECD, 2003). Rendahnya literasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengikutsertakan kegiatan membaca dalam berpikir serta menulis apa yang dilakukan hingga menghasilkan karya. Memang sesuai dengan kondisi bangsa yang lebih senang mengalokasikan waktu berjam-jam untuk membuka media sosial dari pada membaca buku. Dilansir dari Kompas (2016), budaya membaca Indonesia masih sangat rendah (2-4 jam sehari) dimana UNESCO menetapkan standar membaca 4-6 jam sehari dan negara maju 6-8 jam sehari.

Untuk mengatasi hal ini, salah satu langkah yang dilakukan oleh Kemdikbud adalah membentuk Gerakan Literasi Sekolah yang terdiri dari gerakan membaca 15 menit buku non akademika sebelum dimulai pelajaran, pembagian buku bacaan, dan workshop literasi. Menarik memang. Ketika banyak siswa yang dituntut untuk mengerti sejumlah buku-buku pelajaran, mereka diberikan kesempatan untuk membaca buku di luar pelajaran seperti novel, biografi, dan komik. Buku sastra memang dianjurkan untuk dibaca karena mampu menarik emosi pembaca dan menghadirkan mimpi kemanusiaan yang tidak akan diperoleh di dalam buku pelajaran (Supriano, 2015).

Sebagai masyarakat yang tumbuh di negara berkembang, kita memiliki hak untuk memilih apakah ingin menjadi bagian dari perkembangan literasi Indonesia atau justru diam dan bersembunyi. Sebetulnya hal ini dapat kita lakukan dengan mulai membiasakan membaca buku non bidang ilmu minimal 30 menit setiap hari. Dari kebiasaan-kebiasaan kecil inilah, maka akan terbentuk budaya haus membaca ketika dalam satu hari tidak membaca buku.

Menumbuhkan budaya literasi di dalam diri sendiri tidak sesulit menumbuhkannya di masyarakat pedesaan. Memulai menggerakkan literasi di masyarakat pedesaan yang identik dengan rendahnya pendidikan membutuhkan  usaha keras. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan menurut seorang anggota Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia, Trini Haryanti (2014) adalah mendekatkan masyarakat pedesaan dengan penyediaan fasilitas membaca yang mudah diakses seperti Taman Baca.

Salah Satu Taman Baca di Masyarakat Pedesaan
Saat ini, pengembangan Taman Baca di Indonesia telah dilakukan oleh banyak pribadi, komunitas, dan lembaga yang peduli. Komunitas itu seperti Yayasan Peduli Perpustakaan Indonesia (YPPI) dan Taman Bacaan Pelangi. Komunitas ini tidak hanya mendirikan Taman Baca tetapi juga membentuk kelembagaan sehingga Taman Baca bukan hanya sebagai media penyimpanan buku, melainkan juga sebagai media untuk berbagi ilmu. Diharapkan dengan semakin banyaknya komunitas yang tergerak untuk mendirikan Taman Baca, literasi Indonesia dapat terus berkembang. Berbicara tentang Taman Baca, salah satu tim KKN UGM juga mengadakan tiga buah Taman Baca masing-masing dusun di Desa Kebonrejo. Taman Baca yang diresmikan pada tanggal 6 Agustus 2016 ini adalah salah satu program KKN yang memiliki keberlanjutan. Beberapa informasi tentang pengembangan Taman Baca Kebonrejo dan Donasi dapat dilihat di www.kebonrejo.com.

Ditulis sebagai awalan pengembangan Taman Baca Kebonrejo
21 September 2016 | Ellena Wulandari
Tulisan ini dipublikasikan di: http://www.kebonrejo.com/2016/09/mengenal-literasi-indonesia-dan.html

Referensi:
Kompas, 2016, Rendahnya Peringkat Literasi, Artikel, diakses 21 September 2016 dari http://print.kompas.com/baca/2016/04/20/Rendahnya-Peringkat-Literasi-(1)
OECD, 2003, Literacy Skills fot the World of Tomorrow – Further Results from PISA (2000), Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics
Supriano, 2015, Memulai Gerakan Literasi (Sastra), Artikel, diakses 21 September 2016 dari http://ditpsmp.kemdikbud.go.id/oldMain/berita/111-memulai-gerakan-literasi
Haryanti, Titis, 2014, Membangun Budaya Literasi dengan Pendekatan Kultural di Komunitas Adat, Artikel, diakses 21 September 2016 dari http://www.triniharyanti.id/2014/02/membangun-budaya-literasi-dengan.html
Continue reading
Share:
Views:
Newer Posts Older Posts Home
Subscribe to: Posts ( Atom )

A woman with ambition is the sexiest woman

Labels

Beasiswa Unggulan (3) Belajar Memasak (2) Book Review (12) Campus (9) Etalase 23 Kilo Meter (6) Indonesiaku (1) KAMASE (8) Muslimah (1) Mutiara Hati (4) Pengabdian (3) Taman Baca (1) Teladan (1) Thailand (5) Tirai-tirai Asa (2)

Visitors

Archive

  • ►  2021 (2)
    • ►  February (2)
  • ►  2020 (1)
    • ►  July (1)
  • ▼  2016 (14)
    • ►  December (2)
    • ▼  September (3)
      • Cerita KKN #1: Bicara Soal Cinta Lokasi, Bagaimana...
      • Cerita KKN #2: Semanis Senyumanmu Senja Itu
      • Mengenal Literasi Indonesia dan Pengembangannya Me...
    • ►  March (7)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (32)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (10)
    • ►  June (3)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (6)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (13)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  December (1)
Powered by Blogger.

© 2016 Ellena Wulandari
Distributed By Blogger & Created By Responsive Blogger Templates