Kalau
kumpul acara keluarga, nggak pernah yang namanya absen satu pertanyaan tentang
pacar.
Diawali
dengan….
Pacarnya
dimana?
Pasti
ganteng kan?
Mbok
dikenalin to.
Anak
UGM juga ya?
Satu
jurusan?
Atau
kakak tingkat?
Asdos
yaa?
Lalu
diakhiri dengan….
Masak
nggak punya pacar????
Dengan
wajah geli aku pun menjawab,
“Nggak
boleh pacaran sama mama.” Kalau sudah begitu jawabannya pasti percaya.
Sebenarnya, bukan itu satu-satu alasannya karena aku bisa aja kan pacaran
sembunyi-sembunyi atau backstreet
biar mama nggak tau? Nah, bukan itu alasannya.
Sebenarnya
lama sekali aku tidak memikirkan cinta apa lagi pacaran. Tetapi karena beberapa
hari yang lalu ada beberapa hal menarik dari salah satu adik kelas, aku pun
harus mengungkapkan ini. Semoga bisa menjadi pencerahan yaa kenapa sih banyak
yang bilang kalau pacaran itu nggak boleh.
Oke.
Di sini, aku bukanlah seorang yang rajin mengaji, seorang yang di setiap perkataannya
bernafaskan ajaran agama, dan bukanlah seorang yang anti atau belum pernah
mengalami cinta monyet atau pacaran. Di sini aku hanyalah seorang yang semenjak kuliah tidak
suka melihat dan mendengar beberapa hal. Aku tidak suka melihat cewek cowok
boncengan naik motor malem-malem entah kemana. Aku tidak suka melihat cewek
cowok saling berpandangan saat makan bareng. Aku tidak suka melihat cewek cowok
berpegangan tangan di jalan-jalan. Dan aku tidak mau adik-adikku mengalami apa
yang tidak aku sukai.
Sebagai
seorang cewek yang menginjak masa remaja, perasaan cinta itu pasti hadir. Kalau
nggak hadir berarti ada yang salah. Rasa tertarik, kagum, dengan lawan jenis
itu hal yang biasa karena masing-masing dari kita memiliki perasaan. Tetapi, apakah
rasa akan berjalan semulus itu? Rasa bukanlah ilmu fisika yang
memiliki nilai mutlak dan rumus-rumus yang telah diturunkan oleh ilmuan serta
dipatenkan. Nah, berikut ini beberapa hal yang semoga dapat menjawab.
Kenapa pacaran itu nggak boleh?
The
first case.
Kalau
lagi pacaran seakan-akan dunia milik berdua. Bahkan nggak peduli tuh kalau ada
orang yang nggak suka. Coba kalau udah nikah. Serasa nggak punya dunia atau
mungkin serasa dunia milik masing-masing. Karena saat kita pacaran, rasanya
yakin sekali bahwa pacar kita akan memberikan segala-galanya untuk kita. Tapi kalau
udah nikah nanti? Apa iya masih melakukan hal yang sama? Karena sebagai cewek,
tubuh kita lebih cepat menua dari pada cowok. Kita tidak akan secantik saat
pacaran. Kita akan memiliki banyak kekurangan karena kita akan melahirkan,
menyusui, menjaga anak, menyuapinya, nyuciin bajunya, seharian di dapur,
memikirkan pengeluaran bulanan, dan lain-lain. Pikir lagi ketika ada cowok yang
bilang suka karena kita cantik. Iya, sekarang dia suka karena kita masih
cantik. Kalau nanti waktu udah nikah kita tidak secantik saat dulu pacaran, apa
dia masih suka? Apa dia masih mau memandangi wajah kita sebagai peneduhnya? Kalau pacarannya setelah menikah kan beda. Well,
ingat juga kalau cantik itu milik hati. Mau cantik atau tidak, pada akhirnya
nanti wajah kita akan sama-sama masuk ke liang lahat. Dan kecantikan hati itu
miliki si mutiara yang tidak semudah itu ditemukan.
The
second case.
Kita
pacaran padahal kita masih sekolah atau masih kuliah. Pernahkah kita berpikir, “Mama
papaku mau nggak ya kalau aku punya suami pengangguran?” Pasti jawabannya
beliau nggak mau. Benar kan? Begitu juga dengan mama papa pacar kita. Apakah mereka
mau, ketika kita tidak bekerja karena saat kuliah sibuk pacaran (katanya sih si
pacar nyuruh kita jadi ibu rumah tangga aja, nggak perlu kerja saat jadi
istrinya)? Pasti nggak mau juga. Gengsi dong kalau anak mereka harus nikah sama
pengangguran. Kalau pun mereka mau, pasti mereka mau menikahkan anaknya dengan
seorang wanita cerdas dilihat dari academic
record-nya. Dan karena mama papanya nggak mau, terpaksa deh kita nggak jadi
nikah sama dia. Sudah patah hati, harus nyari calon lain yang mau sama
pengangguran, nggak kerja lagi? Rugi kan?
The
third case.
Banyak
yang bilang, pacaran karena sering merasa kesepian. Memang benar, ada beberapa
orang yang menjadikan alasan kesepian dan tidak punya tempat untuk bersandar
sehingga mereka harus pacaran. Sebelum memutuskan untuk pacaran, cek lagi ada
apa dengan diri kita? Kesepian seperti apa yang dimaksud? Karena hal ini cukup
riskan. Ketika tiada lagi teman yang mau mendengar cerita kita, ketika tiada
lagi orang tua, ketika tiada lagi kakak, dan akhirnya kita memutuskan untuk
pacaran dengan seseorang karena hanya dia satu-satunya yang ada saat kita
terpuruk, berhati-hatilah. Hati cowok siapa yang tahu? Mungkin ada maksud lain
di balik kebaikannya. Berhati-hatiiii. Dan ada satu jalan yang tak boleh kita
lupakan yaitu petunjuk dari-Nya. Allah lah yang akan memudahkan setiap
langkah-langkah kita.
The
forth case.
Ada
orang yang mengubah nama pacaran menjadi komitmen. Bilangnya sih, “Kami nggak
pacaran kok, tapi kami punya komitmen buat bersama nanti jika Allah
mengijinkan.” Ini nih, yang paling aku tidak suka. Membawa-bawa nama Allah pada
suatu hal yang salah. Allah saja melarang kita mendekati hal-hal seperti itu.
Terus kamu mau bilang komitmen buat sama-sama berjuang di jalan Allah? Dimananya?
Aku punya temen, temen kampus lebih tepatnya yang punya komitmen buat bersama
dengan teman SMAnya. Katanya sih lagi sama-sama berjuang untuk memperbaiki
diri. Adik-adikku, bukan seperti itu caranya. Duh aku pingin nangis. Karena apa
bedanya dengan pacaran? Tetep ada cerita dari hati ke hati kan? Tetep ada
pernyataan kan? Tetep ada rasa saling suka kalau lagi ketemu kan? Tetep ada
interaksi kan? Tetep ada niatan “besok kalau udah lulus kuliah kita akan nikah”
kan? Itu sama aja dengan pacaran. Dan yang paling bikin sakit adalah mereka
merasa komitmen ini dibantu oleh Allah. Dibantu bagian mananya? Ikhlas ibadanya
karena Allah atau demi dia biar dia tetep ngira kita cewek sholehah? Ikhlas
jilbab panjangnya karena Allah atau demi dia agar dia yakin kalau kita bisa
jaga diri kita? Ikhlas nggak berani natap mata cowok karena Allah atau demi dia
agar dia yakin kalau kita benar-benar menjaga pandangan? Pikir lagi. Pikir lagi.
The
fifth case.
Pacaran
islami. Islam? What do you mean? Aku paling benci kalau ada acara TV atau
cerita temen-temen yang mengaku pacaran Islami. Apa maksudnya pacaran islami? Oh
gini kah? Jalan-jalannya pas mau buka puasa bareng yaa? Kerjaannya ngingetin
pacar buat tahajud dhuha sedekah dan baca qur’an yaa? Jam 1 malem SMS-an buat
bangunin pacar ya? Telp-telponannya sambil nanya, “Hai dek, besok sahur kan? Bangunin
mas sekalian yaa?” Duh duh dunia ini sudah terbalik memang. Berarti tahajud dan
puasa sunnah itu karena cinta Allah atau biar dilihat sama pacar (agar pacar
kita nggak hilang)? Diinget lagi, diinget lagi. Kalau emang niat banget
pacaran, jangan bawa-bawa nama Islami deh.
The
six case.
Pacaran
itu bikin kita nggak bebas. Ya. Nggak bebas. Kenapa?? Karena sayang sekali,
banyak hal yang kita lewatkan saat kita pacaran. Pulsa
sms yang lebih enak dipakai buat smsin temen-temen di kampus atau temen-temen
organisasi, jadi terbuang sia-sia buat pacar. Waktu
yang seharusnya lebih banyak diluangkan untuk keluarga, jadi terbuang sia-sia
buat sekedar balas sms pacar atau jalan bersama. Pikiran
yang seharusnya kita pakai untuk memikirkan apa yang akan kita lakukan untuk
negeri ini, jadi terbuang sia-sia karena lebih banyak dipakai untuk memikirkan
pacar, entah itu cemburu, atau apapun itu. Banyak
sekali hal yang harus kita perbaiki. Selesaikan dirimu sendiri dulu, baru
selesaikan orang lain. Karena banyak hal yang bisa kita dapat dari mengenal semakin banyak orang. Tidak terbatasi dengan pacaran. Well, kita masih cupu banget kalau mau ngomongin cinta. Pernah ada seorang guru yang bercerita. Seberat apapun masalah kamu sekarang nak, ini belum seberapa jika dibandingkan dengan masalah orang-orang yang sudah menikah. Mereka yang telah memasuki dunia yang sesungguhnya. Coba pikir. Sekarang pacar kita baik banget, ngingetin terus buat makan, belajar, jaga diri baik-baik. Nanti kalau udah nikah? Emang bakalan gitu juga kalau udah pernah ngerasain indahnya sebelum nikah? Emang bakalan gitu juga kalau udah tahu garamnya?
The
seventh case.
Banyak
orang sukses yang nggak pacaran, karena waktu mudanya digunakan untuk beribadah lebih baik, belajar lebih baik, dan berolah raga lebih baik :)
Dari seorang pembelajar yang hanya tidak suka melihat dan mendengar beberapa hal.
tergantung dari pandangan seseorang juga dalam menilai "hubungan" pacaran itu sendiri
ReplyDeleteDan di agama saya tidak ada kata "pacaran" :)
DeleteGue setuju ma ellena..
ReplyDeleteMakasiiiih hehe :)
Delete