Etalase 23 Kilo Meter
Allah Menegur Kita dengan Berbagai Cara
Allah Menegur Kita dengan Berbagai Cara
Baru saja kemaren terulang kembali. Perjalanan ke kampus yang seharusnya 60 menit saat macet, berhasil kutempuh hanya dalam waktu 45 menit.
Baru saja kemaren terulang kembali.
Menaikkan kecepatan motor ketika aku tahu di depan mataku, beberapa meter lagi,
lampu kuning akan mati dan lampu merah akan menyala.
Baru saja kemaren terulang kembali. Kecepatan
motor yang sengaja kuberi batas maksimal 70 km/jam tiba-tiba melaju mencapai 80
km/jam di antara jalan yang begitu ramai.
Allah menegur kita dengan berbagai
cara…
Pagi tadi dalam perjalanan ke
kampus, aku melihat kengerian itu lagi. 2 buah kecelakaan terjadi seakan-akan menjadi sebuah cerita yang menarik untuk dibahas di kampus dan mejadi teguran terhadap apa yang selama ini aku lakukan.
Kecelakaan
pertama terjadi di Jalan Bantul tepatnya di depan SMP 2 Bantul. Seorang ibu
terjatuh dari motornya. Terlihat empat buah garis putih di aspal, mungkin
akibat gesekan dari komponen sepeda motor. Semua orang yang mendengar kengerian
itu segera keluar rumah. Sementara aku hanya bisa mendoakan dengan surat Al
Fatihah. Kecelakaan kedua terjadi di Jalan Brigjend Katamso, tepatnya di depan
Jogja Tronik. Kecelakaan ini lebih ngeri. Gerobak siomay telah hancur dengan
siomay yang berserakan di jalanan. Seorang ibu-ibu penjual siomay diangkat oleh
beberapa orang. Aku bisa merasakan bagaimana perasaan ibu itu. Satu hari yang
ingin ia habiskan untuk mengais rejeki dengan berjualan siomay tiba-tiba harus
terhenti karena peristiwa itu.
Setiap melihat kecelakaan, tangan yang
menggenggam pegangan motor ini menjadi mati rasa dan ingin berhenti sejenak
untuk sekedar mengetahui apa yang terjadi dan menuliskannya. Tetapi jarum jam
terus berjalan karena sudah di-setting
dengan periode yang sama. Tetapi kewajiban untuk datang tepat waktu memupuskan
harapan untuk memotret fenomena mengerikan ini. Tetapi suara-suara klakson dari
belakang yang semakin keras memaksa tangan ini kembali mengendalikan motor
untuk sampai ke kampus.
Allah menegur kita dengan berbagai
cara…
Menggantungkan nyawa pada dua buah
roda sepeda motor di atas aspal bukanlah sebuah hal yang mudah. Sedikit saja
motor itu tersenggol, maka ia akan jatuh. Lain halnya dengan mobil yang
memiliki keseimbangan melalui empat rodanya. Setiap harinya ribuan orang
melintas di jalanan untuk keperluan mereka masing-masing. Setiap orang ingin
tiba tepat waktu. Setiap orang ingin menjadi paling depan. Setiap orang
membayar pajak untuk membangun jalan.
Tetapi jalan ini bukan milik kita
sendiri. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memakai jalan ini. Cara
terbaik untuk memakainya adalah memperhatikan kebutuhan diri sendiri dan orang
lain. Bukan tanpa alasan ketika seorang insinyur menetapkan berapa lama lampu
merah ini akan menyala. Bukan tanpa
alasan ketika polisi meminta kita memakai helm saat berkendara. Bukan tanpa
alasan ketika zebra cross dibuat
untuk penyeberangan. Semua telah didesain dengan sebaik-baik kemampuan manusia.
Sebaik pemikiran mereka yang telah diamanahkan untuk itu.
Selama bolak balik ke kampus,
Alhamdulillah hanya satu kali aku merasakan kecelakaan. Kecelakaan itu menyakitkan
dan aku tidak ingin merasakannya lagi. Bagaimana ketika kita tiba-tiba merasakan waktu yang seakan-akan berhenti dan melayang entah kemana. Ketika kita merasakan tiada lagi cara untuk mengelaknya dan lebih baik diam pasrah. Walaupun ketika itu tidak terlalu parah karena kaus kaki telah menolongku dari tajamnya besi, helm telah menolongku dari benturan yang amat keras, jilbab telah menolongku dari gesekan antara telinga dengan helm, dan ingatan kepada Allah secara mendadak telah membuatku mampu berpikir cepat dan mengingat kembali fenomena tumbukan untuk membalik arah dan terjun ke sawah. Bukan lurus dan menabrak orang lain.
Dalam sebuah perjalanan, bukan siapa
yang paling kencang yang paling hebat. Bukan siapa yang pertama sampai yang
paling hebat. Bukan siapa yang berhasil mendahului truk gandeng yang paling
hebat. Bukan siapa yang berhasil melewati beberapa motor dengan zig zag yang
paling hebat. Tetapi dia yang berhasil menikmati perjalananya adalah yang paling
hebat. Dia yang mampu mengendalikan dirinya dari bisikan setan dalam perjalanannya. Karena setan
itu amat dekat. Bisa jadi tangan ini menggerakkan kemudi karena hati dan
pemikiran kita digerakkan oleh setan. Alasan itu adalah alasan yang kuat
mengapa kita harus rajin-rajin mengingat Allah dalam perjalanan. Memohon
kepadaNya agar senantiasa menjaga kita dari kaburnya pandangan, dari kengerian
kecelakaan, dan dari kuatnya bisikan setan.
0 Comment:
Post a Comment