Ellena Wulandari

Bergerak Menginspirasi

  • Home
  • About Me
  • YouTube
  • Instagram
Book Review

Book Review: Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa

Thursday, 14 January 2016 By Ellena Wulandari 0 Comments
Setelah sekian lama tidak menulis resensi buku di blog ini, rasanya saya memiliki hutang yang harus saya bayar. Entah mengapa, semester lima ini saya jarang sekali membaca buku noneksakta. Saya hanya membaca buku atau majalah tentang konservasi energi dan kawan-kawannya. Hanya ada beberapa buku noneksakta yang saya baca dan itupun (lagi-lagi) hanya untuk memenuhi tugas bacaan yang tentunya hanya terdiri dari beberapa bab atau subbab saja. Untuk membayar hutang kepada diri sendiri dan kepada pembaca tentunya, saya pun sudah menemukan beberapa daftar buku yang akan saya baca ketika liburan. Selamat datang, book review. Semoga bermanfaat.

Nah, buku pertama yang (selesai) saya baca ketika liburan berjudul Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa. Salah satu buku dari Seri Buku Tempo: Bapak Negara ini adalah sebuah buku kumpulan cerita tentang Tjkroaminoto yang dikemas menggunakan bahasa jurnalistik.


Judul Buku   : Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa
Penyunting   : Budi Setyarso, Redaksi KPG
Penerbit        : Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit : 2011
Halaman       : xiv, 146 halaman

Siapa yang tidak mengenal Bapak Tjokro? Kemampuan beliau dalam memperjuangkan pergerakan ketika jaman penjajahan Belanda di negeri dengan nilai-nilai Islam membuat beberapa organisasi berlandaskan Islam ketika itu berkembang sangat pesat. Menurut Tjokro, asas-asas Islam sejalan dengan demokrasi dan sosialisme. Maka kaum muslimin harus dididik menjadi muslim sejati untuk mencapai cita-cita kemerdekaan umat. Dalam tulisan beliau yang dimuat di Sendjata Pemoeda, surat kabar pemuda PSII, Tjokro menegaskan: keutamaan, kebesaran, kemuliaan, dan keberanian bisa tercapai lewat ilmu tauhid, ilmu tentang ketuhanan (Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa, hal 28).

Sebut saja, Sarekat Islam (SI), sebuah organisasi yang didirikan oleh Haji Samanhoedi pada tahun 1911 adalah salah satunya. SI merupakan sebuah organisasi yang berdiri akibat persaingan pedagang batik dari Cina dan Pribumi. Semenjak Tjokro diangkat menjadi pemimpin dalam SI dan melakukan perombakan, beliau mampu membuat SI tumbuh dengan kekuatan politik ideologis dan memiliki banyak pengikut.

Tjokroaminoto adalah salah satu keluarga bangsawan yang mau meninggalkan kehidupan mewahnya di Semarang untuk berada di tengah-tengah rakyat dan memperjuangkan kesetaraan bangsa. Hal yang beliau lakukan atas dasar jiwa berontak beliau terhadap feodalisme ini membuat Pemerintah Belanda menyebutnya “Raja tanpa Mahkota”.

Bersama istri, beliau membuka kos-kosan di Surabaya yang ditempati oleh beberapa orang yang akhirnya menjadi pemimpin bangsa, seperti Sukarno, Alimin, Musso, Soeherman Kartowisastro, dan Semaoen. Melalui kehidupan serumah itulah yang membuat pemimpin-pemimpin tersebut dapat belajar tentang pergerakan, salah satunya Sukarno. Beliau sering mendengarkan beberapa tokoh pergerakan yang berdiskusi dan berkunjung ke rumah Tjokro. Selain itu, beliau juga terinspirasi dengan kemampuan Tjokro dalam berpidato. Dengan menambahkan variasi intonasi, hal ini melahirkan gaya pidato hebat Sukarno yang kita kenang hingga sekarang. Selain Sukarno, orang yang juga memperoleh inspirasi dari Tjokro adalah Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka).

Tjokro menggerakkan banyak anggota SI melalui tulisan beliau dalam surat kabar Oetoesan Hindia, tempat beliau menjabat sebagai pemimpin redaksi sekaligus direktur administrasi. Beliau juga mendirikan sekolah-sekolah Tjokroaminoto mulai pada tahun 1930-an yang mengangkat pendidikan mengenai arti kemerdekaan, budi pekerti, ilmu umum, dan ilmu keislaman, sehingga tidak diragukan lagi kemampuan beliau dalam mencetak pendiri-pendiri bangsa.

Ketika beliau pindah ke Yogyakarta, beliau merekrut beberapa orang untuk menjadi pengurus SI seperti Abdol Moeis, Agoes Salim, Ahmad Dahlan, AM Snagaji, Kartosoewirjo, Muhammad Roem. Namun setelah kongres Madiun sebagai puncak kejatuhan SI, Alimin, Darsono, dan Semaoen membentuk Sarekat Rakyat. Sementar Tjokro, Agoes Salim, Abdoesl Moeis, dan A. M. Sangaji mendirikan Partai Sarekat Islam Hindia Timur lalu berganti namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Setelah SI mulai melemah ini, surat kabar Oetoesan Hindia tersebut tidak kembali beredar dan digantikan dengan surat kabar Fadjar Asia. Akan tetapi akhirnya PSII lemah dalam pengkaderan yang mungkin disebabkan oleh terlalu dominannya figur Tjokro sehingga beberapa rekan berjalan sendiri-sendiri. 

Dalam tulisan Anhar Gonggong, sejarawan, rumah Tjokroaminoto adalah rumah ideologis dan dialogis, yaitu tempat bertemunya tokoh-tokoh yang pada akhirnya memiliki perbedaan ideologi. Bonnie Triyana, sejarawan, menyampaikan bahwa Tjokro adalah “godfather” dari pada founding father negeri ini yang memiliki pemahaman sendiri-sendiri yaitu Sukarno dengan golongan nasionalisnya, Musso-Alimin komunis, dan Kartosoewirjo dengan ideologi Islam. Hingga akhirnya setiap tokoh yang pernah tinggal dan belajar di sana, tambah Anhar Gonggong, memperjuangkan kemerdekaan dengan tujuan dan ideologi masing-masing, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa itu adalah tragedi sejarah.

Buku ini sangat menarik untuk dibaca, karena buku sejarah ini dikemas dengan sajian ringan dan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat awam. Di samping itu, adanya beberapa foto kehidupan yang dicantumkan dalam buku ini membuat pembaca kembali mengingat wajah para tokoh yang disebutkan dalam buku ini. Akan tetapi, sekumpulan cerita bergaya jurnalistik yang dikemas dalam buku ini membuat pembaca harus mampu menghubungkan setiap peristiwa antar cerita sehingga dapat tercipta alur pemahaman yang komprehensif.

Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa ini terdiri dari buku-buku para tokoh selain Tjokro, yaitu Sukarno, Hatta, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Muhammad Yamin, Hamengku Buwono IX, Agus Salim, dan Douwe Dekker. Doakan saja semoga saya bisa membaca semua. Yakin banget? Lihat aja nanti :D

Sumber buku: 
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta


Book Review
Share:

Ellena Wulandari
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna.

Related Articles


0 Comment:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments ( Atom )

A woman with ambition is the sexiest woman

Labels

Beasiswa Unggulan (3) Belajar Memasak (2) Book Review (12) Campus (9) Etalase 23 Kilo Meter (6) Indonesiaku (1) KAMASE (8) Muslimah (1) Mutiara Hati (4) Pengabdian (3) Taman Baca (1) Teladan (1) Thailand (5) Tirai-tirai Asa (2)

Visitors

Archive

  • ►  2021 (2)
    • ►  February (2)
  • ►  2020 (1)
    • ►  July (1)
  • ▼  2016 (14)
    • ►  December (2)
    • ►  September (3)
    • ►  March (7)
    • ▼  January (2)
      • Book Review: Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa
      • Laporan Kegiatan Bakti Sosial Remifha
  • ►  2015 (32)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (10)
    • ►  June (3)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (6)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (13)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  December (1)
Powered by Blogger.

© 2016 Ellena Wulandari
Distributed By Blogger & Created By Responsive Blogger Templates